Senin, 29 Maret 2010

ALKALOID

ALKALOID

A. Definisi Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa yang mengandung substansi dasar nitrogen basa, biasanya dalam

bentuk cincin heterosiklik. Alkaloid terdistribusi secara luas pada tanaman. Diperkirakan

sekitar 15 – 20%vascular tanaman mengandung lakaloid. Banyak alkaloid merupakan turunan

asam amino lisin, ornitin, fenilalanin, asam nikotin, dan asam antranilat. Asam amino

disintesis dalam tanaman dengan proses dekarboksilasi menjadi amina, amina kemudian

dirubah menjadi aldehida oleh amina oksida. Alkaloid biasanya pahit dan sangat beracun.

Alkaloid ini diklasifikasikan lagi berdasarkan tipe dasar kimia pada nitrogen yang terkandung

dalam bentuk heterosiklik. Klasifikasi alkaloid tersebut meliputi pirrolizidine alkaloids,

peperidine alkaloids, pyridine alkaloids, indole alkaloids, quinolizidine alkaloids, steroid

alkaloids, policyclic diterpene alkaloids, indolizidine alkaloids, tryptamine alkaloids, tropane

alkaloids, fescue alkaloid dan miscellaneous alkaloid. Peranan alkaloid dalam jaringan

tanaman tidak pasti, mereka telah dikenal sebagai produk metabolik atau substansi.

B. Sumber dan Sejarah Alkaloid

Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid.

Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya.

C. Sifat-Sifat Alkaloid
1. Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino.

2. Umumnya berupa Kristal atau serbuk amorf.

3. Alkaloid yang berbentuk cair yaitu konini, nikotin dan spartein.

4. Dalam tumbuhan berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida atau dalam bentuk

garamnya.

5. Umumnya mempunyai rasa yang pahit.

6. Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kloroform, eter dan

pelarut organik lainnya yang bersifat relative non polar.

7. Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air.

8. Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada atom N-nya.

9. Alkaloid dapat membentuk endapan dengan bentuk iodide dari Hg, Au dan logam berat

lainnya (dasar untuk identifikasi alkaloid).

D. Penggolongan Alkaloida

Alkaloida tidak mempunyai tatanan sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloida dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin, morfin dan strikhnin. Hampir semua nama trivial ini berakhiran –in yang mencirikan alkaloida.

Klasifikasi alkaloida dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara, yaitu :

1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis sperti alkaloida pirolidin, alkaloida piperidin, alkaloida isokuinolin, alkaloida kuinolin, dan alkaloida indol.

2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini digunakan untuk

menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu aklakoida tembakau, alkaloida amaryllidaceae, alkaloida erythrine dan sebagainya. Cara ini mempunyai kelemahan, yaitu : beberapa alkaloida yang berasal dari tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-beda.

3. Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan hubungan

antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida, menunjukkan bahwa alkaloida berasal hanya dari beberapa asam amino tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan

atas tiga jenis utama, yaitu :

a. Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin.

b. Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4

dihidrofenilalanin.

c. Alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptofan.

4. Sistem klasifikasi berdasarkan Hegnauer yang paling banyak diterima, dimana alkaloida

dikelompokkan atas :

a. Alkaloida sesungguhnya

Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hamper tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida quartener yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.

b. Protoalkaloida

Protoalkaloida merupakan amin yang relative sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesa dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini.

c. Pseudoalkaloida

Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekusor asam amino.

ini biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu steroidal dan purin.

Berikut ini adalah pengelompokan alkaloid berdasarkan struktur cincin

atau struktur intinya yang khas, dimana pengelompokkan dengan cara ini

juga secara luas digunakan :

1. Inti Piridin-Piperidin, misalnya lobelin, nikotin, konini dan trigonelin

2. Inti Tropan, misalnya hiosiamin, atropine, kokain.

3. Inti Kuinolin, misalnya kinin, kinidin

4. Inti Isokuinolin, misalnya papaverin, narsein

5. Inti Indol, misalnya ergometrin dan viblastin.

6. Inti Imidazol, misalnya pilokarpin.

7. Inti Steroid, misalnya solanidin dan konesin.

8. Inti Purin, misalnya kofein.

9. Amin Alkaloid, misalnya efedrin dan kolsikin

E. Metode Isolasi Alkaloida

Satu-satunya sifat kimia alkaloid yang paling penting adalah kebasaannya. Metode pemurnian dan pencirian ialah umumnya mengandalkan sifat ini, dan pendekatan khusus harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid misalnya rutaekarpina, kolkhisina, risinina) yang tidak

bersifat basa.

Umumnya isolasi bahan bakal sediaan galenik yang mengandung alkaloid dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

1. Dengan menarik menggunakan pelarut-pelarut organik berdasarkan azas Keller. Yaitu

alkaloida disekat pada pH tertentu dengan pelarut organik.

Prinsip pengerjaan dengan azas Keller yaitu alkaloida yang terdapat dalam suatu bakal sebagai bentuk garam, dibebaskan dari ikatan garam tersebut menjadi alkaloida yang bebas. Untuk itu ditambahkan basa lain yang lebih kuat daripada basa alkaloida tadi. Alkaloida yang bebas tadi diekstraksi dengan menggunakan pelarut –pelarut organic misalnya Kloroform. Tidak dilakukan ekstraksi dengan air karena dengan air maka yang masuk kedalam air yakni garamgaram alkaoida dan zat-zat pengotor yang larut dalam air, misalnya glikosida-glikosida, zat warna, zat penyamak dan sebagainya. Yang masuk kedalam kloroform disamping alkaloida juga lemaklemak, harsa dan minyak atsiri. Maka setelai alkaloida diekstraksi dengan kloroform maka harus dimurnikan lagi dengan pereaksi tertentu. Diekstraksi lagi dengan kloroform. Diuapkan, lalu didapatkan sisa alkaloid baik dalam bentuk hablur maupun amorf. Ini tidak berate bahwa alkaloida yang diperoleh dalam bentuk murni, alkaloida yang telah diekstaksi ditentukan legi lebih lanjut. Penentuan untuk tiap alkaloida berbeda untuk tiap jenisnya.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada ekstraksi dengan azas Keller, adalah :

a. Basa yang ditambahkan harus lebih kuat daripada alkaloida yang akan dibebaskan dari

ikatan garamnya, berdasarkan reaksi pendesakan.

b. Basa yang dipakai tidak boleh terlalu kuat karena alkaloida pada umumnya kurang

stabil. Pada pH tinggi ada kemungkinan akan terurai, terutama dalam keadaan bebas, terlebih bila alkaloida tersebut dalam bentuk ester, misalnya : Alkaloid Secale, Hyoscyamin dan Atropin.

c. Setelah bebas, alkaloida ditarik dengan pelarut organik tertentu, tergantung

kelarutannya dalam pelarut organik tersebut.

Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstraksi bahan tumbuhan memakai air

yang diasamkan yang melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan dapat

dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya dan basa bebas diekstaksi dengan

pelarut organik seperti kloroform, eter dan sebagainya. Radas untuk ekstraksi sinabung

dan pemekatan khusunya digunakan untuk alkaloid yang tidak tahan panas. Beberapa

alkaloid menguap seperti nikotina dapat dimurnikan dengan cara penyulingan uap dari

larutan yang diabasakan. Larutan dalam air yang bersifat asam dan

mengandung alkaloid dapat dibasakan dan alkaloid diekstaksi dengan pelarut organik ,

sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut dalam air tertinggal dalam air. Cara

lain yang berguna untuk memperoleh alkaloid dari larutan asam adalah dengan

penjerapan menggunakan pereaksi Lloyd. Kemudian alkaloid dielusi dengan dammar

XAD- 2 lalu diendapkan dengan pereaksi Mayer atau Garam Reinecke dan kemudian

endapan dapat dipisahkan dengan cara kromatografi pertukaran ion. Masalah yang timbul

pada beberapa kasus adalah bahwa alkaloid berada dalam bentuk terikat yang tidak dapat

dibebaskan pada kondisi ekstraksi biasa. Senyawa pengkompleksnya barangkali

polisakarida atau glikoprotein yang dapat melepaskan alkaloid jika diperlakukan dengan

asam.

2. Pemurnian alkaloida dapat dilakukan dengan cara modern yaitu dengan pertukaran ion.

3. Menyekat melalui kolom kromatografi dengan kromatografi partisi.

Cara kedua dan ketiga merupakan cara yang paling umum dan cocok untuk memisahkan

campuran alkaloid. Tata kerja untuk mengisolasi dan mengidentifikasi alkaloid yang

terdapat dalam bahan tumbuhan yang jumlahnya dalam skala milligram menggunakan

gabungan kromatografi kolom memakai alumina dan kromatografi kertas.

F. Identifikasi Alkaloida

1. Berdasarkan sifat spesifik.

Alkaloid dalam larutan HCl dengan pereaksi Mayer dan Bouchardhat membentuk endapan

yang larut dalam alkohol berlebih. Protein juga memberikan endapan, tetapi tidak larut

dalam dalam alcohol berlebih.

2. Berdasarkan bentuk basa dan garam-nya / Pengocokan

Alkaloid sebagai basanya tidak larut dalam air, sebagai garamnya larut baik dalam air.

Sebaiknya pelarut yang digunakan adalah pelarut organik : eter dan kloroform. Pengocokan

dilakukan pada pH: 2, 7, 10 dan 14.

Sebelum pengocokan, larutan harus dibasakan dulu, biasanya menggunakan natrium

hidroksida, amonia pekat, kadang-kadang digunakan natrium karbonat dan kalsium

hidroksida.

3. Reaksi Gugus Fungsionil

a. Gugus Amin Sekunder

Reaksi SIMON : larutan alkaloida + 1% asetaldehid + larutan na.

nitroprussida = biru-ungu.

Hasil cepat ditunjukkan oleh Conilin, Pelletierin dan Cystisin.

Hasil lambat ditunjukkan oleh Efedrin, Beta eucain, Emetin, Colchisin dan Physostigmin.

b. Gugus Metoksi

Larutan dalam Asam Sulfat + Kalium Permanganat = terjadi formaldehid, dinyatakan

dengan reaksi SCHIFF. Kelebihan Kalium Permanganat dihilangkan dengan Asam Oksalat.

Hasil positif untuk Brucin, Narkotin, koden, Chiksin, Kotarnin, Papaverin, Kinidin,

Emetin, Tebain, dan lain-lain.

c. Gugus Alkohol Sekunder

Reaksi SANCHES : Alkaloida + Larutan 0,3% Vanilin dalam HCl pekat, dipanaskan diatas

tangas air = merah-ungu.

Hasil positif untuk Morfin, Heroin, Veratrin, Kodein, Pronin, Dionin, dan Parakonidin.

d.Gugus Formilen

· Reaksi WEBER & TOLLENS :

Alkaloida + larutan Floroglusin 1% dalam Asam Sulfat (1:1), panaskan = merah.

· Reaksi LABAT :

Alkaloida + Asam Gallat + asam Sulfat pekat, dipanaskan diatas tangas air = hijau-biru.

Hasil positif untuk Berberin, Hidrastin, Kotarnin, Narsein,

Hidrastinin, narkotin, dan Piperin.

e. Gugus Benzoil

Reaksi bau : Esterifikasi dengan alcohol + Asam Sulfat pekat = bau ester.

Hasil positif untuk Kokain, Tropakain, Alipin, Stivakain, Beta eukain, dan lain-lain.

f. Reaksi GUERRT

Alkaloida didiazotasikan lalu + Beta Naftol = merah-ungu.

Hasil positif untuk kokain, Atropin, Alipin, Efedrin, tropakain, Stovakain, Beta eukain, dan

lain-lain.

g. Reduksi Semu

Alkaloida klorida + kalomel + sedikit air = hitam

Tereduksi menjadi logam raksa. Raksa (II) klorida yang terbentuk terikat dengan alkaloid

Sebagai kompleks.

Hasil positif untuk kokain, Tropakain, Pilokarpin, Novokain,

Pantokain, alipin, dan lain-lain.

h. Gugus Kromofor

· Reaksi KING :

Alkaloida + 4 volume Diazo A + 1 volume Diazo B + natrium Hidroksida = merah

intensif.

Hasil positif untuk Morfin, Kodein, Tebain dan lain-lain.

· Reaksi SANCHEZ :

Alkaloida + p-nitrodiazobenzol (p-nitroanilin + Natrium Nitrit + Natrium Hidrolsida) =

ungu kemudian jingga.

Hasil positif untuk alkaloida opium kecuali Tebain, Emetin, Kinin, kinidin setelah

dimasak dengan Asam Sulfat 75%.

4. Pereaksi untuk analisa lainnya (7)

a. Iodium-asam hidroklorida

Merupakan pereaksi untuk golongan Xanthin. Digunakan untuk pereaksi penyemprot pada

lempeng KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dimana akan memberikan hasil dengan noda

ungu-biru sampai coklat merah.

b. Iodoplatinat

Pereaksi untuk alkaloid, juga sebagai pereaksi penyemprot pada lempeng KLT dimana

hasilnya alkaloid akan tampak sebagai noda ungu sampai biru-kelabu.

c. Pereaksi Meyer (Larutan kalium Tetraiodomerkurat)

Merupakan pereaksi pengendap untuk alkaloid.

G. Kegunaan Alkaloida

Alkaloida telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama karena

pengaruh fisiologisnya terhadap binatang menyusui dan pemakainnya di bidang farmasi,

tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai

kemungkinan perannya ialah sebagai berikut :

1. Salah satu pendapat yang dikemukakan pertama kali, sekarang tidak dianut lagi, ialah

bahwa alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat hewan.

2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tendon penyimpanan nitrogen meskipun

banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.

3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau

pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, ini barangkali merupakan konsep yang direka-reka dan bersifat “manusia sentries”.

4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh karena segi struktur, beberapa alkaloid

menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangsang perkecambahan, yang lainnya menghambat.

5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam tumbuhan. Sejalan dengan saran ini, pengamatan menunjukkan bahwa pelolohan nikotina ke dalam biakan akar tembakau meningkatkan ambilan nitrat. Alkaloid dapat pula berfungsi dengan cara pertukaran dengan kation tanah.

H. Daftar Pustaka

Ø Sovia Lenny. 2006. Senyawa Flavonoid, Fenil Propanoida dan

Alkaloida. http://library.usu.ac.id/download/fmipa/06003489.pdf

diakses 20 Maret 2010.

Ø Anonim. Alkaloid : Senyawa Organik Terbanyak di Alam.

www.chem-is-try.org diakses 20 Maret 2010.

Ø Anonim. 2009. Alkaloid. www.dieno.wordpress.com diakses 20

Maret 2010.

Ø Anonim. 1982. Card System dan Reaksi Warna. ARSPRAEPARANDI

Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Ø Anonim. 1970. Galenika I-II. HMF ARS-PRAEPARANDI. Bandung.

Ø Egon Stahl. 1985. Analisis obat Secara Kromatografi dan

Mikroskopi. Penerbit ITB. Bandung.

Ø Trevor Robinson. 2000. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.

Penerbit ITB. Bandung.